Skip to main content

Rombongan

Setelah diberikan izin, perlahan pintu pun dibuka.

Seketika dari celah pintu, muncullah wajah Mel yang tersipu malu.

"Apa ada waktu sebentar?"

"Ya... tidak masalah, ini masih terlalu dini untuk tidur, silakan masuk..."

Mendengar jawaban Cain, Mel pun mengangguk dan kemudian masuk ke dalam kamar lalu menutup pintu.

Dan ia pun langsung duduk di sofa yang ada dihadapan Cain.

"Tunggu sebentar ya... aku buatkan teh dulu..."

Cain [un menjajarkan cangkir yang ia ambil dari dalam Item Box lalu menuangkan teh yang masih cukup panas kedalamnya dan kemudian menyuguhkannya kepada Mel.

Kemudian Cain duduk di hadapan Mel dan meminum tehnya.

Mel yang terlihat sedikit gelisah itu pun sedikit menghela nafas seakan ingin meniup teh panas tersebut, lalu kemudian meminumnya. Setelah merasa sedikit tenang, gadis itu pun memulai pembicaraan.

"Anoo... Apa boleh aku bertanya?"

"Selama aku bisa menjawab, silakan saja.... bukan berarti aku akan menjawab semuanya...."

Mel pun memperbaiki posisi duduknya dan menatap Cain dengan serius. Namun ketika pandangan mereka saling bertemu, ia segera mengalihkan pandangan matanya dengan wajah yang memerah.

"Cain-dono itu kemungkinan orang yang cukup kuat kan?? Kemungkinan kekuatan Cain-dono mampu menaklukan negeri ini dengan mudah... Meskipun begitu, Cain-dono tidak ikut ke garis depan??"

Cain sendiri memiliki keyakinan bahwa jika ia muncul di medan perang, ia akan dapat menang meski berhadapan dengan musuh yang banyak.

Akan tetapi, Kerajaan Esfort membatasi hanya orang yang telah dewasalah yang dapat berpartisipasi dalam medan perang.

Meskipun ia berniat untuk tetap ikut dalam perang jika ada keadaan darurat seperti munculnya korban di pihak kerajaan, atau orang yang ia kenal, namun saat ini kondisi tersebut belum terpenuhi.

"Bukannya sombong, tapi kemungkinan aku memiliki kekuatan jauh melampaui apa yang Mel bayangkan....Namun, ini sudah kebijakan Kerajaan... Meskipun aku diizinkan untuk menggunakan kekuatan untuk melindungi diri, namun aku tidak bisa begitu saja maju menerjang musuh..."

Meskipun Mel terlihat tidak puas dengan jawaban Cain, ia pun menghela nafas seakan sudah menyerah.

Dalam benak Mel, Cain adalah orang yang cukup kuat sampai bisa menaklukan dirinya. Karena itu ia berharap Cain ikut aktif di medan perang.

"Ka-kalau begitu, kalau Cain-dono bersamaku, apakah Cain-dono masih cukup percaya diri bisa melindungiku di medan perang?"

Mel adalah tuan puteri Beast Kingdom Kermes. Meskipun banyak beastmen yang menyukai pertempuran, mereka tidak bisa membiarkan dia berada dalam bahaya.

"Selama ada di sampingku tidak masalah... Akan tetapi, dengan posisi anda sebagai tuan puteri, anda tidak boleh maju ke garis depan.... Yang Mulia juga pasti tidak akan memberikan izin..."

"Apa itu berarti, jika Ayah memberikan izin, Cain-dono tidak keberatan ya..."

Mel mengusap dagunya sambil berpikir.

Akan tetapi, Cain memang akan maju ke garis depan, namun ia tidak berniat ikut campur dalam pertempuran.

"Kalau diizinkan, aku tidak keberatan untuk menemani, namun aku tidak berniat untuk bertarung di garis depan.... Meskipun ceritanya berbeda jika untuk melindungi diri saya sendiri... Karena prioritas utama saat ini adalah untuk memulihkan orang-orang yang terluka dalam pertempuran...."

Pada kenyataannya, asalkan belum mati, sihir pemulihan Cain dapat memulihkan orang yang cacat sekalipun.

Ia tidak berniat untuk menyembunyikan hal itu. Ia berniat memulihkan sebanyak-banyaknya prajurit agar mereka dapat pulang kerumah masing-masing.

"Aku mengerti.... Aku akan mendiskusikan ini dengan Ayah.... Kalau bisa aku ingin Cain-dono ikut.... Aku ingin menyaksikan sendiri para prajurit yang bertarung demi negeri ini..."

Cain pun mengangguk kepada Mel yang menatapnya langsung.

"Baiklah... Saya tidak keberatan jika memang diberikan izin... Akan tetapi mohon ikuti semua instruksi saya..."

"Baik, aku mengerti... Maaf datang malam-malam begini.... Aku akan segera diskusikan...."

Setelah menenggak teh yang tersisa sekaligus, Mel pun berdiri dan keluar dari kamar sambil mengatakan selamat malam.

Setelah ditinggal sendirian, Cain pun mulai memikirkan sosok para Hero yang menjadi alasan ia datang ke tempat ini.

"Ada empat orang yang dipanggil.... Ada orang Jepang-nya gak ya? Katanya salah satu diantara mereka bukan tipe petarung..."

Jika mereka muncul di medan perang atas keinginan sendiri, secara logika sangat tidak terbayangkan bahwa mereka orang Jepang.

Cain sendiri pernah membunuh kriminal dengan tangannya sendiri. Meskipun pada awalnya ada sedikin konflik batin, namun kini ia tidak keberatan untuk mengotori tangannya untuk melindungi diri dan orang yang penting bagi dirinya.

Pada kenyataannya, meskipun ia bersedia berdiri di garis depan jika wilayah Gracia di serang, namun ia sama sekali tidak berniat untuk melakukan invasi.

Bahkan dalam hati, Cain juga ragu untuk mengotori tangannya jika lawannya benar orang Jepang.

"Untuk sementara kita tunggu saja akan jadi seperti apa hari esok..."

Cain pun menyimpan kembali cangkir yang telah selesai digunakan, dan kemudian berbaring di tempat tidurnya.


Keesokan harinya, para pelayan pun sibuk memuat perbekalan yang akan dibawa ke medan perang.

Ada sekitar 30 kereta berbaris untuk pengangkutan healer dan perbekalan.

Setelah selesai sarapan, Cain dan rombongan pun naik ke kereta yang telah disediakan. Seketika muncul Mel bergegas menghampiri kereta Cain sambil melambaikan tangan.

"Cain-dono!! Ayah telah memberikan izin!!!"

Randal yang juga melihat Mel datang pun menatap Cain.

"Cain-dono.... Jangan-jangan Puteri Mel juga ikut???"

Cain hanya bisa mengangguk dengan senyuman pahit diwajah sebagai jawaban atas pertanyaan Randal yang panik.

"Aku memberikan syarat jika Yang Mulia mengizinkan... tapi sepertinya dia berhasil mendapatkannya...."

Mel pun naik ke kereta tempat Randal dan Cain berada, dan kemudian duduk di sebelah Cain.

"Fufufuf...."

Meskipun mereka hanya bisa tersenyum pahit melihat Mel yang sangat riang itu, kereta pun tetap berjalan setelah ada aba-aba.

Kereta yang membawa Cain beserta rombongannya itu pun berangkat menuju ke medan perang.

Bab 10 Pendamping

Setelah diberikan izin, perlahan pintu pun dibuka.

Seketika dari celah pintu, muncullah wajah Mel yang tersipu malu.

"Apa ada waktu sebentar?"

"Ya... tidak masalah, ini masih terlalu dini untuk tidur, silakan masuk..."

Mendengar jawaban Cain, Mel pun mengangguk dan kemudian masuk ke dalam kamar lalu menutup pintu.

Dan ia pun langsung duduk di sofa yang ada dihadapan Cain.

"Tunggu sebentar ya... aku buatkan teh dulu..."

Cain [un menjajarkan cangkir yang ia ambil dari dalam Item Box lalu menuangkan teh yang masih cukup panas kedalamnya dan kemudian menyuguhkannya kepada Mel.

Kemudian Cain duduk di hadapan Mel dan meminum tehnya.

Mel yang terlihat sedikit gelisah itu pun sedikit menghela nafas seakan ingin meniup teh panas tersebut, lalu kemudian meminumnya. Setelah merasa sedikit tenang, gadis itu pun memulai pembicaraan.

"Anoo... Apa boleh aku bertanya?"

"Selama aku bisa menjawab, silakan saja.... bukan berarti aku akan menjawab semuanya...."

Mel pun memperbaiki posisi duduknya dan menatap Cain dengan serius. Namun ketika pandangan mereka saling bertemu, ia segera mengalihkan pandangan matanya dengan wajah yang memerah.

"Cain-dono itu kemungkinan orang yang cukup kuat kan?? Kemungkinan kekuatan Cain-dono mampu menaklukan negeri ini dengan mudah... Meskipun begitu, Cain-dono tidak ikut ke garis depan??"

Cain sendiri memiliki keyakinan bahwa jika ia muncul di medan perang, ia akan dapat menang meski berhadapan dengan musuh yang banyak.

Akan tetapi, Kerajaan Esfort membatasi hanya orang yang telah dewasalah yang dapat berpartisipasi dalam medan perang.

Meskipun ia berniat untuk tetap ikut dalam perang jika ada keadaan darurat seperti munculnya korban di pihak kerajaan, atau orang yang ia kenal, namun saat ini kondisi tersebut belum terpenuhi.

"Bukannya sombong, tapi kemungkinan aku memiliki kekuatan jauh melampaui apa yang Mel bayangkan....Namun, ini sudah kebijakan Kerajaan... Meskipun aku diizinkan untuk menggunakan kekuatan untuk melindungi diri, namun aku tidak bisa begitu saja maju menerjang musuh..."

Meskipun Mel terlihat tidak puas dengan jawaban Cain, ia pun menghela nafas seakan sudah menyerah.

Dalam benak Mel, Cain adalah orang yang cukup kuat sampai bisa menaklukan dirinya. Karena itu ia berharap Cain ikut aktif di medan perang.

"Ka-kalau begitu, kalau Cain-dono bersamaku, apakah Cain-dono masih cukup percaya diri bisa melindungiku di medan perang?"

Mel adalah tuan puteri Beast Kingdom Kermes. Meskipun banyak beastmen yang menyukai pertempuran, mereka tidak bisa membiarkan dia berada dalam bahaya.

"Selama ada di sampingku tidak masalah... Akan tetapi, dengan posisi anda sebagai tuan puteri, anda tidak boleh maju ke garis depan.... Yang Mulia juga pasti tidak akan memberikan izin..."

"Apa itu berarti, jika Ayah memberikan izin, Cain-dono tidak keberatan ya..."

Mel mengusap dagunya sambil berpikir.

Akan tetapi, Cain memang akan maju ke garis depan, namun ia tidak berniat ikut campur dalam pertempuran.

"Kalau diizinkan, aku tidak keberatan untuk menemani, namun aku tidak berniat untuk bertarung di garis depan.... Meskipun ceritanya berbeda jika untuk melindungi diri saya sendiri... Karena prioritas utama saat ini adalah untuk memulihkan orang-orang yang terluka dalam pertempuran...."

Pada kenyataannya, asalkan belum mati, sihir pemulihan Cain dapat memulihkan orang yang cacat sekalipun.

Ia tidak berniat untuk menyembunyikan hal itu. Ia berniat memulihkan sebanyak-banyaknya prajurit agar mereka dapat pulang kerumah masing-masing.

"Aku mengerti.... Aku akan mendiskusikan ini dengan Ayah.... Kalau bisa aku ingin Cain-dono ikut.... Aku ingin menyaksikan sendiri para prajurit yang bertarung demi negeri ini..."

Cain pun mengangguk kepada Mel yang menatapnya langsung.

"Baiklah... Saya tidak keberatan jika memang diberikan izin... Akan tetapi mohon ikuti semua instruksi saya..."

"Baik, aku mengerti... Maaf datang malam-malam begini.... Aku akan segera diskusikan...."

Setelah menenggak teh yang tersisa sekaligus, Mel pun berdiri dan keluar dari kamar sambil mengatakan selamat malam.

Setelah ditinggal sendirian, Cain pun mulai memikirkan sosok para Hero yang menjadi alasan ia datang ke tempat ini.

"Ada empat orang yang dipanggil.... Ada orang Jepang-nya gak ya? Katanya salah satu diantara mereka bukan tipe petarung..."

Saya tidak percaya bahwa saya adalah orang Jepang yang beretika untuk ambil bagian dalam perang dan berdiri di garis depan.

Kain sebenarnya telah membunuh penjahat itu sendiri. Meski begitu, ada konflik pada awalnya, tetapi saya memberikan tangan saya untuk diri saya sendiri dan orang-orang yang saya sayangi.

Cain bermaksud untuk berdiri di garis depan jika wilayah Gracia benar-benar diserang, tetapi dia tidak berniat untuk berdiri di garis depan untuk invasi.

Ada keraguan bahkan di antara Kain jika pihak lain adalah orang Jepang.

"Aku ingin tahu apa yang akan terjadi besok..."

Setelah meletakkan cangkir yang sudah jadi ke dalam kotak barang, Kain berbaring di tempat tidur dan memejamkan mata.

◇◇◇

Keesokan harinya, para pelayan mengisi kereta dengan persediaan untuk diangkut ke medan perang.

Ada 30 gerbong yang berbaris untuk pengambilan dan pengangkutan perbekalan.

Setelah sarapan, Kain dan yang lainnya naik ke kereta yang sudah disiapkan, dan sementara Mel melambaikan tangannya, mereka bergegas menuju kereta Kain.

"Dear Cain~! Aku mendapat izin dari ayahku."

Randall, yang melihat Mel berlari ke arahnya, menatap Cain.

"Kain tersayang....Mungkin Putri Mel akan menemanimu...?"

Menanggapi pertanyaan Random yang tidak sabar, Cain mengangguk dengan senyum masam.

"Saya membuat syarat agar izin Yang Mulia diperoleh... tetapi tampaknya dia melakukannya."

Mel juga naik kereta bersama Cain dan Randall dan duduk di sebelah Cain.

Sambil tersenyum pahit pada Mel yang sedang dalam suasana hati yang baik, kereta mulai bergerak perlahan bersamaan dengan sinyal untuk pergi.

Kereta yang membawa Kain dan yang lainnya mulai bergerak menuju garis depan.

Bab 10 Pendamping

Setelah diberikan izin, perlahan pintu pun dibuka.

Seketika dari celah pintu, muncullah wajah Mel yang tersipu malu.

"Apa ada waktu sebentar?"

"Ya... tidak masalah, ini masih terlalu dini untuk tidur, silakan masuk..."

Mendengar jawaban Cain, Mel pun mengangguk dan kemudian masuk ke dalam kamar lalu menutup pintu.

Dan ia pun langsung duduk di sofa yang ada dihadapan Cain.

"Tunggu sebentar ya... aku buatkan teh dulu..."

Cain [un menjajarkan cangkir yang ia ambil dari dalam Item Box lalu menuangkan teh yang masih cukup panas kedalamnya dan kemudian menyuguhkannya kepada Mel.

Kemudian Cain duduk di hadapan Mel dan meminum tehnya.

Mel yang terlihat sedikit gelisah itu pun sedikit menghela nafas seakan ingin meniup teh panas tersebut, lalu kemudian meminumnya. Setelah merasa sedikit tenang, gadis itu pun memulai pembicaraan.

"Anoo... Apa boleh aku bertanya?"

"Selama aku bisa menjawab, silakan saja.... bukan berarti aku akan menjawab semuanya...."

Mel pun memperbaiki posisi duduknya dan menatap Cain dengan serius. Namun ketika pandangan mereka saling bertemu, ia segera mengalihkan pandangan matanya dengan wajah yang memerah.

"Cain-dono itu kemungkinan orang yang cukup kuat kan?? Kemungkinan kekuatan Cain-dono mampu menaklukan negeri ini dengan mudah... Meskipun begitu, Cain-dono tidak ikut ke garis depan??"

Cain sendiri memiliki keyakinan bahwa jika ia muncul di medan perang, ia akan dapat menang meski berhadapan dengan musuh yang banyak.

Akan tetapi, Kerajaan Esfort membatasi hanya orang yang telah dewasalah yang dapat berpartisipasi dalam medan perang.

Meskipun ia berniat untuk tetap ikut dalam perang jika ada keadaan darurat seperti munculnya korban di pihak kerajaan, atau orang yang ia kenal, namun saat ini kondisi tersebut belum terpenuhi.

"Bukannya sombong, tapi kemungkinan aku memiliki kekuatan jauh melampaui apa yang Mel bayangkan....Namun, ini sudah kebijakan Kerajaan... Meskipun aku diizinkan untuk menggunakan kekuatan untuk melindungi diri, namun aku tidak bisa begitu saja maju menerjang musuh..."

Meskipun Mel terlihat tidak puas dengan jawaban Cain, ia pun menghela nafas seakan sudah menyerah.

Dalam benak Mel, Cain adalah orang yang cukup kuat sampai bisa menaklukan dirinya. Karena itu ia berharap Cain ikut aktif di medan perang.

"Ka-kalau begitu, kalau Cain-dono bersamaku, apakah Cain-dono masih cukup percaya diri bisa melindungiku di medan perang?"

Mel adalah tuan puteri Beast Kingdom Kermes. Meskipun banyak beastmen yang menyukai pertempuran, mereka tidak bisa membiarkan dia berada dalam bahaya.

"Selama ada di sampingku tidak masalah... Akan tetapi, dengan posisi anda sebagai tuan puteri, anda tidak boleh maju ke garis depan.... Yang Mulia juga pasti tidak akan memberikan izin..."

"Apa itu berarti, jika Ayah memberikan izin, Cain-dono tidak keberatan ya..."

Mel mengusap dagunya sambil berpikir.

Akan tetapi, Cain memang akan maju ke garis depan, namun ia tidak berniat ikut campur dalam pertempuran.

"Kalau diizinkan, aku tidak keberatan untuk menemani, namun aku tidak berniat untuk bertarung di garis depan.... Meskipun ceritanya berbeda jika untuk melindungi diri saya sendiri... Karena prioritas utama saat ini adalah untuk memulihkan orang-orang yang terluka dalam pertempuran...."

Pada kenyataannya, asalkan belum mati, sihir pemulihan Cain dapat memulihkan orang yang cacat sekalipun.

Ia tidak berniat untuk menyembunyikan hal itu. Ia berniat memulihkan sebanyak-banyaknya prajurit agar mereka dapat pulang kerumah masing-masing.

"Aku mengerti.... Aku akan mendiskusikan ini dengan Ayah.... Kalau bisa aku ingin Cain-dono ikut.... Aku ingin menyaksikan sendiri para prajurit yang bertarung demi negeri ini..."

Cain pun mengangguk kepada Mel yang menatapnya langsung.

"Baiklah... Saya tidak keberatan jika memang diberikan izin... Akan tetapi mohon ikuti semua instruksi saya..."

"Baik, aku mengerti... Maaf datang malam-malam begini.... Aku akan segera diskusikan...."

Setelah menenggak teh yang tersisa sekaligus, Mel pun berdiri dan keluar dari kamar sambil mengatakan selamat malam.

Setelah ditinggal sendirian, Cain pun mulai memikirkan sosok para Hero yang menjadi alasan ia datang ke tempat ini.

"Ada empat orang yang dipanggil.... Ada orang Jepang-nya gak ya? Katanya salah satu diantara mereka bukan tipe petarung..."

Jika mereka muncul di medan perang atas keinginan sendiri, secara logika sangat tidak terbayangkan bahwa mereka orang Jepang.

Cain sendiri pernah membunuh kriminal dengan tangannya sendiri. Meskipun pada awalnya ada sedikin konflik batin, namun kini ia tidak keberatan untuk mengotori tangannya untuk melindungi diri dan orang yang penting bagi dirinya.

Pada kenyataannya, meskipun ia bersedia berdiri di garis depan jika wilayah Gracia di serang, namun ia sama sekali tidak berniat untuk melakukan invasi.

Bahkan dalam hati, Cain juga ragu untuk mengotori tangannya jika lawannya benar orang Jepang.

"Untuk sementara kita tunggu saja akan jadi seperti apa hari esok..."

Cain pun menyimpan kembali cangkir yang telah selesai digunakan, dan kemudian berbaring di tempat tidurnya.


Keesokan harinya, para pelayan pun sibuk memuat perbekalan yang akan dibawa ke medan perang.

Ada sekitar 30 kereta berbaris untuk pengangkutan healer dan perbekalan.

Setelah selesai sarapan, Cain dan rombongan pun naik ke kereta yang telah disediakan. Seketika muncul Mel bergegas menghampiri kereta Cain sambil melambaikan tangan.

"Cain-dono!! Ayah telah memberikan izin!!!"

Randal yang juga melihat Mel datang pun menatap Cain.

"Cain-dono.... Jangan-jangan Puteri Mel juga ikut???"

Cain hanya bisa mengangguk dengan senyuman pahit diwajah sebagai jawaban atas pertanyaan Randal yang panik.

"Aku memberikan syarat jika Yang Mulia mengizinkan... tapi sepertinya dia berhasil mendapatkannya...."

Mel pun naik ke kereta tempat Randal dan Cain berada, dan kemudian duduk di sebelah Cain.

"Fufufuf...."

Meskipun mereka hanya bisa tersenyum pahit melihat Mel yang sangat riang itu, kereta pun tetap berjalan setelah ada aba-aba.

Kereta yang membawa Cain beserta rombongannya itu pun berangkat menuju ke medan perang.