Pengaturan Membaca

Font Style

  • Arima
  • Nunito
  • Corben

Font Size

Vol.05 - Ch.18.2
Keinginan Memonopoli Milik Pria Itu (B)

Diterjemahkan oleh: KuroMage pada 21 Desember 2021 .

Selamat membaca...

Semakin mendekati ruang Audiensi, aura mengganggu ini semakin kuat Ain rasakan. Malah terasa mereka tertekan oleh tekanan berat ini.

“Kita sudah sampai… Baiklah Ain-sama… silahkan maju tanpa gentar…”

“…Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan kakekku ini… ngomong-ngomong Magic Stone Raja Iblis sudah dipindahkan kan?”

“Tentu, tanpa penundaan sedetikpun…Karena akan merepotkan kalau Putra Mahkota tidak bisa masuk ke ruang audiensi kan?”

“Kalau begitu tidak masalah… Baiklah… Aku masuk…”

Meskipun Ain tidak menanyakan dimana tempat penyimpanan Magic Stone itu, namun pastinya dijaga akan dengan ketat. Dan yang perlu dia pikirkan saat ini adalah apa yang sedang terjadi di dalam ruang audiensi ini.

Pintu besar itu pun berderit saat dibuka kedua sisinya. Kemudian terlihatlah sosok Silvard yang duduk di singgasana. Ada juga Lloyd dan Warren yang berdiri sedikit jauh dari sana.

Ketika melihat Ain, mereka menunjukkan ekspresi seperti penyelamat mereka telah datang.

“(Eh… Apa-apaan ini)”

Ain terkejut dengan keadaan dimana kedua asisten setia itu sampai harus menjaga jarak seperti itu. Setelah sejenak melakukan kontak mata dengan mereka berdua, Ain pun memandang Silvard.

Tatapan pria itu kosong seolah sedang melihat sesuatu yang jauh. Tangan kanan diletakan diatas pegangan singgasana.  Dengan jari telunjuk yang terus mengetuk-ngetuk. Gerakan kecil jari pria itu membuat Ain seperti merasakan naga raksasa yang sedang berjalan.

Ain terus berjalan selangkah demi selangka menuju Silvard. Karena mereka sedang berada di hadapan Raja, maka Chris dan Dill pun menahan diri untuk tidak ikut bersama Ain.

Shuu… haa….

Ain menarik nafas dalam dalam. Ia tidak pernah membayangkan akan melakukan hal seperti ini dihadapan kakeknya itu. Namun, keadaan Silvard ini cukup memprihatinkan sampai-sampai Ain harus melakukan itu.

“Kakek… Aku pulang…”

Ain berusaha memikirkan kata-kata yang tepat, namun ia tak berhasil menemukan satupun kata. Padahal ia biasanya bisa mengeluarkan lelucon-lelucon layaknya air yang meluap dari gelas. Namun sepertinya kali ini gelas itu telah retak dan tak ada isinya.

“… Hmm? Oh, Ain? Hari ini pulang cepat ya?”

Lo-loh?? Ain terkejut hingga tak dapat berkata-kata. Silvard mengangkat wajahnya dan berbicara kepada Ain dengan ekspresi seperti biasanya.

“I-iya… Hari ini pembagian hasil ujian.. jadi aku buru-buru pulang…”

“Bagaimana hasilnya?”

“Berkat semuanya… aku dapat nilai terbaik…”

“Fufufu… Ain memang hebat…  Kamu hebat ya..”

Karena Silvard melambaikan tangannya, Ain pun semakin mendekat. Dan kemudian dibuat bingung karena tiba-tiba Silvard membelai kepalanya.

Biasanya pria itu adalah sosok yang sungkan untuk menunjukkan hal semacam ini. Namun hari ini tampak perbedaan yang terlalu mencolok. Hal ini membuat hati Ain menjadi tidak tenang.

“Terima kasih kakek… Ngo-ngomong-ngomong kenapa ada diruang audiensi?”

Seketika Ain menyesali ucapannya. Ia berharap alangkah lebih baiknya jika ia menghentikan percakapan disitu.

“Hmm… Ya… Sepertinya untuk pertama kalinya dalam hidupku… Aku akan mengeluarkan perintah berperang…”

“… Hah!?”

Ain bukanlah satu-satunya orang yang terkejut. Keempat orang lainnya yang sedang bersiaga di ruangan itu pun menunjukkan ekspresi keterkejutan mereka.

“Kemarahan..,, Keragu-raguan… dan menyalahkan diri sendiri… Benar-benar perasaan yang merepotkan…”

“Ka-kakek!? Apa maksudnya pernyataan perang– tidak, dimana perangnya??”

“Sudah pasti Heim kan??”

Saat kata Heim diucapkan, Ain merasa mendapatkan pukulan palu yang besar.

“A-ada apa tiba-tiba begitu!!? Bu-bukankah negara itu tidak ada apa-apanya?”

Ain mengatakan hal itu dari dalam lubuk hatinya. Ain benar-benar merasa tidak peduli lagi dengan negara itu. Karena itu, kenapa nama Heim muncul sekarang? Pemikiran semacam ini memenuhi benak Ain.

“Kamu benar… Sebenarnya aku juga berpikir begitu… Sampai benda ini datang tadi pagi…”

Kemudian pria itu mengeluarkan sebuah surat dari sakunya. Karena terdapat segel emas, sekilas saja sudah dapat diperkirakan surat itu dibuat oleh orang berkedudukan tinggi.

“Ya-Yang Mulia.. Kapan Anda menerima surat itu??”

Warren tidak mengetahui keberadaan surat itu. Ia penasaran kapan sang Raja menerima surat itu. Karena seharusnya semua dokumen yang menuju Silvard harus melalui Warren.

“Ini ada di laporan dari Euro…”

Sambil mengatakan itu, Silvard memberikan surat itu kepada Ain. Ain pun segera memeriksa isinya, ia mulai membaca surat itu dengan seksama.

“…”

“A-Ain-sama? Apa isinya?”

Warren benar-benar penasaran. Ia tak bisa lagi tenang seperti biasanya.

“… Hmm. Pantas saja kakek marah…”

“Bukannya aku ingin mengeluh… tapi ini memang salah kita… Karena kita PASTI tidak akan memulai perang duluan, makanya kita diremehkan…”

Ini berkaitan dengan perkataan Raja Pertama. Dan mereka masih menghormati perkataan itu sampai detik ini. Oleh karena itu, meskipun ada keributan soal Olivia, Istalica memilih menahan diri dan tidak menggunakan jalur kekerasan.

“Perlahan-lahan… Seiring berjalannya waktu.. Mulai banyak yang berpendapat mengapa tidak kita tunjukan saja kekuatan kita… Aku sangat mengerti perasaan mereka… Sebab saat masalah Olivia dulu, kepalaku sampai hampir mendidih…”

“…Aku mengerti kakek…”

Jika Istalica mengirimkan kapal perang serta pasukan mereka, mungkin Heim akan menjadi gumpalan debu.  Namun sekali lagi, alasan mengapa mereka tidak melakukan itu adalah adanya perkataan Raja Pertama mereka. Sebagai orang yang mengemban darah kerajaan, Silvard tidak ingin melanggarnya. Namun di saat kekesalannya menumpuk seperti saat ini, wajar jika ia ingin menempuh jalur kekerasan.

“Warren-san….”

“I-iya.. Ain-sama… Ada apa??”

“Ini hanya tentang keegoisan kok… Aku tidak tahu apakah mereka punya otak atau tidak, isinya benar-benar lucu… Karena merepotkan aku beritahu intinya saja ya… Mereka ingin melakukan negosiasi resmi untuk informasi tentang Graf-san…”

Bukan hanya Warren yang tercengang, begitu juga dengan Lloyd, Chris dan tentunya Dill.

“Mohon maaf… Saya benar-benar terkejut… Bukankah mereka benar-benar egois? Mereka ingin bernegosiasi setelah apa yang mereka lakukan selama ini? Mana mungkin kita akan percaya kan…”

“Itulah sebabnya Warren… Terlebih surat itu dikirim oleh pihak keluarga kerajaan Heim… Kau bisa mengerti kenapa aku bisa marah kan?”

“Saya sangat mengerti… Ngomong-ngomong… berdasarkan penyelidikan saya, pangeran ketiga adalah sosok kandidat kuat untuk menjadi calon raja berikutnya… Karena baik pangeran pertama maupun pangeran kedua benar-benar tidak berkualitas… Dan sepertinya pangeran ketiga ini masih mengejar-ngejar Claune-dono…”

Pangeran pertama hanyalah sosok babi gendut. Seorang pria yang suka bermain wanita dan suka makan, sehingga tidak cocok untuk menjadi seorang raja.  Sedangkan pangeran kedua, bisa dikatakan lemah. Tak peduli apa yang dilakukannya, dia memang bisa melakukannya dengan baik, namun tidak lebih dari itu. Kabarnya tekad pria itu juga lemah dan menyukai ketenangan.

Dibandingkan mereka, pangeran Tiggle sang pangeran ketiga jauh lebih cerdas. Dia satu-satunya diantara saudaranya yang bermartabat, dan merupakan aktivis. Meskipun belum pasti, namun kemungkinan terbesar Tiggle inilah yang akan menjadi raja Heim berikutnya.

“Warren-dono… Apa itu artinya dia masih belum menyerah soal Claune-dono??”

“Benar… Dia benar-benar gigih…”

Ini pertama kalinya Lloyd membuka mulutnya. Seperti apa yang mereka katakan, sepertinya tidak mudah menyerah adalah hal yang membuat Tiggle cukup bersinar.

“Kemungkinan mereka memberikan ancaman pada Euro… Karena itu mereka berhasil menyembunyikan surat ini…”

“Sepertinya kakek benar…”

“…Aku tidak terlalu suka menilai orang lain… tapi aku merasa Claune itu terlalu sia-sia jika diberikan kepada Heim, apalagi untuk pangeran ketiga itu… Benar kan?”

Semua orang yang ada di ruangan itu mengangguk. Meskipun begitu, tak ada sedikitpun niat mereka untuk menyerahkan Claune dan Graf kepada Heim. Dan sebenarnya, Ain-lah yang paling enggan akan hal ini.

Ia tidak secara terang-terangan marah, namun dalam hatinya dipenuhi dengan rasa kesal yang sama dengan Silvard atau bahkan lebih.

“…Kenapa kita tidak sekalian saja selesaikan masalah ini sekaligus?”

Kata-kata Ain terasa seperti menghentikan udara disekitar ruangan audiensi ini. Gerakan semua orang langsung terhenti, dan menatap Ain. Setelah melihat ketegasan dalam ekspresi Ain, Silvard pun meminta Ain untuk melanjutkan perkataannya.

“Jujur aku juga sudah muak dengan kelakuan mereka… Claune itu milikku… Dia asistenku… Aku ingin Heim menghentikan campur tangan mereka… Ini benar-benar menyebalkan…”

Ketika ingin mengatakan “Asistenku” Ain tak sengaja mengatakan “Claune milikku”. Ain bersyukur dalam hati bahwa gadis itu tidak ada diruangan ini.

Intinya, semua ini adalah keinginannya untuk memonopoli. Tak heran jika Ain menyukai gadis itu. Dan Ain sampai beranggapan untuk membuat Dullahan mengamuk jika memang harus menyerahkan Claune pada orang lain.

“Milikku ya… kukuku… Kalian semua dengar!? Hahahahaha!”

“Ka-kakek! Asistenku!! Maksudnya itu asistenku loh!!”

Ketika Silvard tertawa, semua orang pun mulai ikut tertawa. Sangat berbeda dari beberapa saat sebelumnya, kali ini ruangan itu dipenuhi dengan suasana yang lebih damai. Ekspresi penuh tekad Ain, serta keinginannya untuk memonopoli merupakan hal yang cukup menarik.

Setelah puas tertawa, Silvard pun kembali menunjukan wajah serius dan kemudian membuka mulutnya.

“Tapi itu tidak buruk… Aku setuju untuk mengakhiri ini… ”

“Ya-yang aku maksud bukan dengan kekerasan loh!! Sebagai keluarga kerajaan, kita tidak bisa melanggar perkataan Raja Pertama…”

Ain berusaha mempertegas usulannya agar tidak terjadi salah paham.

“Aku tahu… Aku juga tidak berniat melanggar perkataan Raja Pertama kok… Dan banyak cara untuk menyelesaikan masalah ini… Warren! Coba kau katakan pilihan terbaiknya!”

“Kira-kira ada dua… Kalau soal kekuatan, paling tepat ya duel…  Ya walaupun tidak akan menjadi duel sampai mati… Pilihan lainnya adalah adu argumen dalam debat… Menurut saya pribadi pilihan kedua ini paling efektif, jadi kita bisa memberi pukulan telak pada mereka…”

Warren mengajukan rencana buatannya dengan penuh sukacita. Semua orang tersenyum ketika mendengar pukulan telak keluar dari mulut pria itu.

“Boleh juga… Kalaupun ada duel, izinkan saya yang maju… Kemungkinan lawannya adalah Logas kan? Hahaha!”

“Kau benar-benar semangat sekali Lloyd… Katakan, berapa persen kemungkinan mu untuk menang?”

Lloyd cukup antusias mendengar pertanyaan Silvard, ia pun berpose dengan tegap dan kemudian menjawab dengan tegas.

“Hah! …Mari kita selesaikan dengan satu pukulan!”

Tatap mata Lloyd yang bersinar memancarkan keteguhan dalam perkataannya. Dan tentunya perkataan itu bukanlah kepercayaan diri yang berlebihan. Pria itu berniat benar-benar mengalahkan Logas dalam sekali pukul jika diberikan kesempatan.

“Bagus… Aku yakin kau bisa melakukannya… Aku percaya padamu…”

“Siap!”

“Anaknya sudah kalah oleh anakmu… Kalau pertarungan ayahnya juga memiliki hasil yang sama, maka tidak ada yang lebih menyenangkan dari ini… benar kan? Aku sangat ingin memperlihatkan pemandangan menyenangkan ini pada cucuku…”

Senyum lembut Silvard diarahkan kepada Ain, namun perkataannya sama sekali jauh dari kata lembut. Namun tetap saja ini hal yang cukup menghibur bagi Silvard.

“Dill… Kalau aku dapat kesempatan melawan Logas, aku akan tunjukkan bukti ksatria terkuat di Istalica padamu…”

“ku… kuku. Ya, ya, ayah… Tolong tunjukkan teknik bela diri yang lebih baik dari yang aku gunakan…”

Lloyd yang pandai membagi  urusan pribadi dan urusan publik itu menunjukkan sikap layaknya orang tua dan anak di hadapan sang Raja. Seharusnya ini merupakan tindakan yang tidak pantas, namun untuk saat ini sepertinya itu tidak masalah. Dill pun tersenyum melihat kelakuan ayahnya ini.

“Hmm.. Kalian berdua memang bisa diandalkan… Kalau begitu Ain, aku terima saranmu, dan kita akan membuat Heim paham tentang perbedaan kedudukan kita…”

“Itu bukan saran sih… Aku tidak menyangka akan benar-benar dilakukan…”

“Tapi persiapannya akan sedikit memakan waktu… selain itu kita juga harus menentukan tempatnya…”

Warren lah yang mengatakan itu. Sepertinya Warren juga terlihat antusias.

“Sebagai tambahan… Aku deklarasikan disini…”

Seketika semua orang berfokus pada Silvard.

“Aku juga akan hadir di tempat itu.”

Tentu saja semua orang berusaha menghentikannya, namun Silvard sama sekali tidak memiliki niatan untuk mendengarkan mereka. Dirinya paham bahwa ia memiliki tugas sebagai seorang Raja, namun masalah ini telah membuat kesabarannya sampai pada batasnya.

Ain memperkirakan bahwa akan membutuhkan waktu beberapa tahun sampai acara ini terselenggara. Namun dalam pertemuan resmi antara dua negara dengan Heim ini pasti akan memicu sesuatu. Begitulah yang dia rasakan.

“(Kota petualang Balt, Bekas Wilayah Raja Iblis, Kota Pelabuhan Magna… Padahal masih banyak yang harus diselidiki… Malah bertambah masalah besar lain…)”

Bicara soal keterlibatan, maka Ain juga termasuk yang terlibat. Karena Claune terlibat dalam masalah ini.

Sepertinya dalam beberapa tahun kedepan, tidak akan ada saat bersantai bagi Ain.

Ini akhir volume 5. Sepertinya Volume 6 bakal seru deh...

Comments

3 tanggapan untuk “Maseki Gurume Volume 5 Chapter 18B”

  1. Bashir berkata:

    Mantap lanjutkan min

  2. SiOtong berkata:

    Lanjut vol 6 ☕

  3. Gilda berkata:

    langsumg lanjut min vol 6

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *