Pengaturan Membaca

Font Style

  • Arima
  • Nunito
  • Corben

Font Size

Vol.05 - Ch.06.2
Mengunjungi Profesor Oz (B)

Diterjemahkan oleh: KuroMage pada 27 Januari 2021 .

Selamat Membaca….

Ada beberapa karakteristik khas Water Train milik Ist ketika berjalan. Yang pertama adalah suaranya cukup tenang dan tidak banyak bergetar. Rasanya hampir tidak ada beda dengan kereta bangsawan yang pernah mereka gunakan. Ketika membayangkan bahwa kereta seperti ini nanti juga akan di aplikasikan di Ibukota, maka ini bukanlah hal yang buruk. Bahkan ketika pintu terbuka pun tidak terlalu menghasilkan suara, ini sangat mengejutkan.

Ciri khas selanjutnya yaitu adanya penyiaran di dalam gerbong. Selama menuju ke Istitut Sihir Ist, mereka melewati beberapa stasiun, dan mendengar siaran pemberitahuan beberapa kali. Sepertinya memang cukup nyaman dengan adanya hal ini.

“Hei Catima-san…. Kira-kira berapa lama kereta seperti ini akan mulai di aplikasikan secara menyeluruh??”

“Kereta yang saat ini digunakan sebagai uji coba, di targetkan untuk dapat bertransisi dalam lima tahun ke depan Nya…”

“Cepat juga ya…”

“Yah, kalau tapi mempertimbangkan butuh 40 tahun untuk meneliti hal ini, maka itu tidak terasa cepat Nya….”

“Begitu ya….”

Dalam perjalanan menuju ke lembaga penelitian, Catima sedikit memberikan penjelasan. Ia mengatakan bahwa ada juga pengembangan pesat lain yang di lakukan selain yang dapat terlihat dengan mata. Yaitu dari segi keamanan dan daya tahan atau bisa juga dikatakan umur kereta itu telah meningkat pesat. Dengan mempertimbangkan hal ini, maka bisa juga dikatakan penelitian ini tidaklah terlalu lama.

“Begitulah Nya… Ada baiknya kamu memikirkan juga tentang bagian yang tidak terlihat dengan mata langsung Nya…”

“Aku tidak terlalu ingin mengakuinya, tapi ini akan jadi pelajaran untukku….”

“…Kenapa kau tidak akui saja Nya!?”

Memang benar banyak perkataan Catima yang menjadi pelajaran baginya. Dan ini membuat Ain kembali yakin bahwa Catima adalah peneliti berbakat.

“Dill.. Beri sapaan pada penjaga, dan bilang kita punya janji dengan Profesor Oz….”

“Ba-baik…”

“Di cuekin Nya… Keponakanku ini semakin dewasa semakin tidak sopan Nya….”

“Aku masih punya sisa ini loh, aku kasih buat Catima-san….”

Apa yang Ain keluarkan adalah camilan ikan Ist yang di kereta khusus bangsawan karena menganggap Catima adalah hewan peliharaan. Ain diam-diam menyimpan camilan itu di sakunya.

“Ain memang baik….”

“Memang….”

Salah satu pihak adalah Putera Mahkota, dan yang satunya lagi adalah Puteri Pertama. Kemungkinan tidak akan ada yang pernah membayangkan bahwa petinggi negeri akan melakukan transaksi semacam itu. Namun bagi Chris yang menyaksikan hal ini dari samping, hal ini membuat dirinya menepuk dahi seperti biasanya.

“Ain-sama…. Mari masuk… Loh? Chris-sama, ada apa? Kenapa Anda memegangi kepala Anda begitu??”

“Loh? Chris-san? Ada apa? Kepalamu sakit??”

Di samping Ain, Catima sedang memakan camilannya dengan lahap. Ia mengunyah dengan kecepatan luar biasa, dan sepertinya camilan itu sudah hampir habis.

“Tidak, tidak apa-apa… ayo masuk….”

Apakah suatu saat nanti ia akan terbiasa dengan interaksi kedua orang itu? Gadis itu berharap agar suatu hari nanti ia akan  terbiasa…. Dengan mematri kuat harapan itu, Gadis itu melanjutkan tugas mengawal Ain hari ini.

Kemudian mereka berjalan masuk menuju gedung penelitian yang ada di dalam seperti apa yang mereka lakukan dua hari lalu. Penjaga yang ada di pintu masuk mengingat wajah Ain dan rombongannya, jadi pembicaraan cukup lancar. Salah satu penjaga itu pun mengantarkan Ain dan rombongannya menuju ke ruangan tempat Profesor Oz menunggu.

“Profesor kepala…. Saya mengantarkan tamu untuk Anda….”

Si penjaga mengatakan itu setelah sebelumnya ia mengetuk pintu. Dan segera terdengar ada jawaban dari dalam.

“Terima kasih telah mengantarkan mereka…. Biarkan mereka masuk…”

“Baik! Kalau begitu, silakan masuk….”

Setelah mendengar jawaban, si penjaga itu pun membukakan pintu dan mempersilakan Ain untuk masuk. Di dalam ruangan itu cukup hangat, karena di luar itu sangat dingin, hal ini membuat tubuh terasa sangat nyaman.

“Selamat pagi, Yang Mulia Putra Mahkota….. Catima-sama…”

“Ya… Selamat pagi Profesor Oz”

Catima juga memberikan sapaan kepada Profesor Oz setelah Ain. Profesor Oz pun mempersilakan mereka untuk duduk di sofa yang sama dengan yang mereka duduki tempo hari.

“Saya telah menyiapkan dokumen yang saya janjikan…. Saya juga akan menjelaskan beberapa bagian kepada Anda….”

Oz telah menyiapkan empat salinan dokumen yang sama untuk mereka berempat. Setelah membagikannya kepada semua orang, ia mulai menjelaskan sambil menatap dokumen itu. Di halaman paling depan ada ringkasan singkat tentang Rubah Merah, dan di bagian bawahnya tertulis nama penulisnya, Oz.

“Kalau begitu kita lewat bagian sampulnya, dan mulai dari halaman pertama…”

Sesuai dengan instruksi, Ain dan yang lainnya pun membuka halaman pertama setelah membaca sekilas tentang bagian sampulnya. Di halaman pertama itu tertulis demikian [Kemunculan Rubah Merah di masa lalu serta perkiraan rute pergerakan mereka].

Kemungkinan dokumen yang disiapkan Profesor Oz ini akan memberikan informasi lebih banyak daripada yang dibayangkan Ain. Dan refleks terdengar suara Ain menelan ludahnya.

*

Berganti lokasi ke penginapan tempat Ain dan kelompoknya menginap. Bersamaan dengan saat ketika Ain dan kelompoknya menerima dokumen dari Profesor Oz, Barra sang kakak akhirnya terbangun. Untuk sesaat dia kebingungan dan mengatakan ‘loh? Ini di mana?’ sambil melihat-lihat sekitarnya dengan mata masih mengantuk. Dan perlahan-lahan kesadarannya mulai kembali.

“…Oh iya!! Kemarin ada seorang bangsawan yang meminta kami untuk ikut…. dan benar-benar diberikan makanan sampai kenyang!!!”

Entah kapan terakhir kali ia bisa merasakan sensasi kenyang itu. Meskipun berusaha keras untuk mengingat, ia masih tidak bisa mengingatnya. Mungkin rasa kenyang itu hanyalah sebuah dongeng yang ada di akhir tahun. Agak aneh, Meskipun ia tidak mengerti apa gunanya menghitung hal ini, setidaknya ia masih ingat ini merupakan ke-17 tahun sejak ia terlahir ke dunia.

Sejak ia dibawa ke penginapan ini, ia terus saja mengalami rentetan kejadian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Pemandian yang begitu hangat dan nyaman, mengetahui bahwa ada permukaan lantai yang sangat lembut, serta baru mengetahui ada air sejernih itu.

Ia mendapatkan banyak makanan, dengan banyak rasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya membanjiri lidahnya. Pertama kalinya ia merasakan perasaan puas yang tak dapat tergambarkan dengan kata-kata itu, ia pun mencoba berbaring di tempat tidur. Tempat tidur yang seperti terasa menenggelamkan mereka tanpa dasar, namun ternyata menopang tubuh Barra dan Mei di posisi yang tepat dan terasa nyaman. Kenyamanan yang baru pertama kali mereka rasakan ini menghantarkan mereka ke dunia mimpi.

“Me-meskipun aku ternyata ditipu… sepertinya aku puas…”

Mana mungkin ada kisah yang seindah ini. Meskipun ia terlahir di wilayah kumuh, gadis itu setidaknya mengerti hal ini. Meskipun ia berjuang keras untuk hidup setiap hari, ada satu hal yang ia rahasiakan kepada adiknya, Mei apa pun yang terjadi. Kadang kala ada hari di mana dia berpikir untuk mati saja.

“Hmm … Ka-kak?”

“Ah, maaf Mei… Aku membangunkanmu ya??”

“Tidak kok… tidak apa-apa… Ini dimana??”

Tempat mereka tidur kemarin adalah sebuah gubuk kecil yang sudah tua dan mungkin bisa roboh kapan saja. Tempat tidurnya tidak cukup, dan banyak lubang masuk angin, atau lebih tepatnya terlalu banyak celah. Namun itu tetaplah rumah yang berharga bagi mereka.

Itu kemarin. Dan tiba-tiba lingkungan mereka berubah menjadi lingkungan yang serba mewah dan nyaman. Maka wajar jika mereka tiba-tiba kebingungan.

“Kan kemarin kita di bawa kesini… sama bangsawan yang katanya ingin kita bekerja untuk mereka….”

“Kemarin… kemarin… oh! Abang yang menolongku itu!!”

“A-abang!?? Tidak boleh Mei…. Kamu tidak boleh panggil begitu… nanti dimarahi loh…!”

“Uuu…. tapi Abang kan tetap Abang!!!”

Apa ini masih terlalu rumit untuk Mei yang masih muda? Karena pendidikan di wilayah kumuh sangat rendah, mungkin memang sulit untuk memintanya mengerti tentang norma-norma ini.

“Bagaimana bilangnya ya…. Sulit juga untuk mengajarkan orang….. Loh? Ini….. Surat??”

Ketika Barra menurunkan kakinya ke samping tempat tidur dan duduk, ia melihat ada dua surat yang diletakan di meja dekat tempat tidur. Itu adalah surat yang Ain buat untuk menyampaikan sesuatu kepada mereka.

“Untuk… Barra… Begitu ya???”

Meskipun agak membutuhkan waktu, akhirnya Barra berhasil membaca bagian sampulnya. Barra mempelajari sedikit tentang huruf-huruf dari koran yang dia ambil dari tumpukan sampah yang ada diwilayah kumuh.

Ketika ibu mereka masih hidup, ibunya itu mengajarkannya membaca meskipun sedikit. Berkat itu, meskipun masih belum sempurna, ia bisa membaca beberapa huruf.

Meskipun bukan berarti sama sekali tidak ada yang bisa dilakukan, namun tidak banyak hal atau pekerjaan yang bisa di wilayah kumuh. Jadi ia mempelajari huruf-huruf itu. Meskipun tadinya ia menganggap apa yang ia lakukan itu tidak berguna, namun saat ini ia sangat bersyukur telah mempelajarinya di masa lalu.

“Apa!? Apa? Abang menulis sesuatu disana??”

“Ya, Sepertinya begitu… etto… huruf ini bagaimana bacanya ya…”

Ia membuka surat pertama, dan membaca isinya. Karena ia tidak mengerti keseluruhan huruf yang ada disana, jadi banyak yang ia tidak paham dari surat itu.

“Seharusnya dulu aku belajar lebih banyak lagi…”

Namun tidak banyak orang yang bisa membaca banyak huruf di wilayah kumuh. Karena itu, sejak ibunya meninggal, ia jadi kehilangan sosok yang bisa mengajarkannya.

“Kakak… Kakak… Apa isinya?? Abang menulis sesuatu kan??”

“Benar, Mei. Tunggu sebentar ya? …Aku berusaha membacanya…”

Sepertinya baik Catima maupun Ain tidak memperkirakan sampai sejauh ini. Mereka tidak memikirkan kemungkinan bahwa kedua gadis ini tidak dapat membaca karena berasal dari wilayah kumuh. Meskipun memang wajar jika tidak terpikirkan, namun ini harus menjadi pelajaran untuk Ain dan kelompoknya.

Setelah berpuluh-puluh menit, akhirnya Barra berhasil ‘memecahkan’ misteri yang tertulis pada surat pertama itu sedikit demi sedikit. Masih ada cukup banyak huruf yang tidak terbaca, namun ia masih bisa mengerti apa yang ingin disampaikan surat itu.

“Mei? Kata bangsawan itu, kita bisa menggunakan kamar ini sepuasnya…. Tapi kita tidak boleh keluar dari kamar ini sampai mereka kembali… Paham?”

“Oke! Mei suka kamar ini!!”

“Ya… Anak pintar….. Aku juga suka kamar ini…”

Ketika di usap kepalanya, Mei menatap Barra dengan penuh senyum di wajahnya. Sepertinya gadis itu juga merasakan senang dengan apa yang terjadi sejak kemarin.

“Ruangan ini hangat! Mei Suka!! Karena tidak dingin!!”

Kamar mereka itu cukup hangat, ibarat langit dan bumi jika dibandingkan dengan rumah mereka yang mereka tinggali. Maka wajar jika Mei terlihat sangat bahagia.

“Benar juga… kita juga kenyang semalam kan….”

“Ya! Aku gak negerti, tapi enak banget!! Aku makan banyak!!”

Semalam Mei makan lebih banyak daripada Barra. Saat ini, wajahnya seakan menyesal, andaikan saja ia bisa makan sebanyak itu lagi.

“Mei? Sebentar lagi kita bisa makan banyak lagi loh?”

“Benarkah!? Kita kan baru saja makan banyak kemarin?? Apa boleh kita makan lagi???”

Sampai saat ini, makanan yang mereka makan setiap hari jauh dari kata mewah. Karena itu, tidak ada hal yang lebih mengejutkan bagi Mei selain mendengar pernyataan kakaknya barusan. Dari sudut pandang Mei yang masih dalam masa pertumbuhan, bisa makan sepuasnya mungkin adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidup.

“Ya… Itu yang tertulis di surat ini…. Katanya akan ada yang membawakan makanan saat sudah pagi….”

“Hore!!! Makanan!!!”

Mengesampingkan adiknya yang sedang bahagia, Barra memandang ke arah keluar jendela. Langit tampaknya sudah terang, dan mungkin seperti apa yang tertulis di surat itu, sebentar lagi akan ada orang yang mengantarkan makanan. Terlintas sebuah pemikiran dalam benaknya, Apakah mereka boleh menikmati kemewahan seperti itu??

“(Apa maksud mereka memperlakukan kami seperti ini ya…. Tubuhku?? Tapi bangsawan seperti itu tidak mungkin perlu membeli tubuh wanita seperti aku….)”

Jika bangsawan itu memang sebaik ini, Barra berpikir mungkin tidak masalah meski ia akan di jadikan budak seks sekalipun. Jika Mei juga bisa mendapatkan makanan dengan puas, ia merasa hal itu tidaklah buruk. Jika mempertimbangkan kehidupan mereka sampai saat ini, tentu saja hal itu sama sekali tidaklah buruk.

Barra benar-benar penasaran mengapa dirinya mendapatkan perlakukan seperti ini.

“Oh iya… Ngomong-ngomong aku belum tahu namanya…. Saat berterima kasih nanti, aku harus menanyakannya….”

Terima kasih telah mampir…

Comments

9 tanggapan untuk “Maseki Gurume Volume 5 Chapter 6B”

  1. Evileye berkata:

    Ntaaap
    Thx updateannya min

  2. Siotong berkata:

    Semakin menarik aja

  3. Gilda berkata:

    Up min ke chapter selanjut nya

  4. Ekho berkata:

    Mantap

    Thank update nya
    Semangat min

  5. psp06 berkata:

    Shoukan sareta d drop kah min? Dh lama tak ad updatenya

  6. Kitsune berkata:

    Njut

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *