Pengaturan Membaca

Font Style

  • Arima
  • Nunito
  • Corben

Font Size

Vol.06 - Ch.03
Pelaporan

Diterjemahkan oleh: KuroMage pada 25 Januari 2022 .

Maaf selalu lama update ya....

Leonard-kun!! Maain Yuuk!! Andaikan saja bisa mengatakan itu, pasti akan menyenangkan.

Begitulah yang Ain pikirkan ketika mandi di malam itu. Karena agak kasihan jika tindakan itu benar-benar dilakukan, jadi kemungkinan dia tidak akan melakukannya. Namun jika hanya di dalam bayangan saja, maka ia bebas untuk melakukannya.

Jika dipikirkan kembali, bisa dikatakan ini adalah pengalaman pertama bagi Ain untuk berkunjung ke rumah temannya. Meskipun ia sering kali mengunjungi Ogast Company, namun Ain memikirkan kembali apakah Claune termasuk dalam kategori teman?? Dan Akhirnya sampai pada keputusan bahwa ini berbeda.

…Saat Ain sedang bersantai sambil memikirkan hal itu, terjadi sedikit keributan di rumah Keluarga Force, rumah Leonard.

“Coba katakan sekali lagi? Semoga saja aku salah dengar…”

Albert Force, nama kepala keluarga Force yang saat ini menjabat sebagai Kepala Biro Hukum dan juga merupakan ayah dari Leonard. Setelah menyelesaikan pekerjaannya sebagai Kepala Biro Hukum, pria itu pulang ke rumah dan bersantai seperti biasanya. Atau begitulah seharusnya. Sepertinya kebiasaan itu hari ini tidak terjadi.

“Saya bilang, Ayah… Weekend berikutnya Yang Mulia Putera Mahkota akan berkunjung ke rumah kita..”

Awalnya Albert ingin membentak keras anaknya karena telah melakukan hal yang tidak sopan. Namun setelah melihat raut wajah anaknya itu. Ia memahami bahwa sepertinya ada beberapa alasan khusus tentang ini.

“…Coba ceritakan detailnya… Ini terlalu mendadak, aku jadi tidak mengerti…”

Sosok Ayah yang berusaha menghadapi masalah mendadak dengan tenang dan rasional. Bagi Leonard pria ini adalah sosok pria dewasa yang ideal. Namun pada kenyataannya, Albert cenderung sedang bingung dan panik. Karena itu ia berusaha keras untuk tetap terlihat tenang.

“Apa ayah tahu tentang agenda Study tour akademi?”

“Tahu… Bulan depan kan? Memangnya kenapa??”

“Atas kemurahan hati Perdana Menteri, kami diperbolehkan untuk melihat-lihat fasilitas yang ada di dalam gerbang istana…”

Setelah mendengar itu, Albert mencoba menerka arah pembicaraan. Dan akhirnya membuat mental Albert pun jatuh.

“…Perdana Menteri juga terlibat ya… Leonard… apa yang sudah kamu lakukan…”

“Sa-saya tidak melakukan apa pun! Tapi katanya ini berkaitan dengan pelatihan monster dulu…”

“Be-begitu ya… Kalau begitu pantas saja tidak bisa menolak… Lagi pula ini akan jadi pengalaman baik….”

……Untuk sesaat Albert merasa hampir mati mendadak.

“Sepertinya Ayah merasakan perasaan yang saya alami tadi siang ya…”

Mereka berdua pun beristirahat dan menikmati teh yang telah disiapkan sebelumnya.

“Saya memutuskan untuk meminjamkan pakaian kepada Loran untuk digunakan dalam Study tour itu… Jadi pada awalnya, hanya Loran yang akan datang kemari… Lalu kemudian alasannya berubah menjadi untuk mempererat persahabatan kami…”

“Tapi kenapa rumah kita?? Rumah kita bukan rumah yang layak untuk mengundang Putera Mahkota loh…”

“Tapi ayah juga tidak bisa menolakkan jika diberitahu alasannya?”

Albert pun menghela nafas panjang ketika melihat sorot mata anaknya yang seakan mengatakan bahwa mereka tidak punya pilihan lain selain pasrah.

“Beritahukan alasannya…”

“Sebenarnya… pada akhirnya ini juga permintaan Yang Mulia Putera Mahkota…”

Begitu ya. Pantas saja tidak bisa menolak. Leonard pun merasa simpati melihat ayahnya yang mengangguk dalam diam.

“Apa kata Maar??”

“Beberapa jam lalu ibu pergi untuk menyiapkan juru masak dan kebutuhan-kebutuhan lainnya…”

“Hebat juga… Sebagai Istri Duke dia memutuskan untuk mencari informasi sendiri… Keputusannya tepat…”

Biasanya, bahkan jika mengundang bangsawan sekalipun, pencarian informasi dilakukan belakangan. Namun kali ini berbeda. Karena yang akan datang berkunjung adalah Putera Mahkota.

Meskipun ini hanya dalam bentuk persahabatan antar ana, namun mereka tidak bisa menunjukkan penampilan yang tidak sopan.

“Yang Mulia mengatakan ‘Ayo main di kamarnya Leonard’ dengan santainya…”

“Jadi dengan kata lain, Yang Mulia ingin kamu jadi tuan rumahnya?? Ya ampun…Menjadikan Putera Mahkota sebagai Tamu pertamamu… Sepertinya kau lebih baik dari ayahmu ini…”

“Se-sepertinya saya tidak cocok…”

Mungkin dalam hati Ain yang sedang berendam santai di bak mandinya ia akan mengatakan “tidak usah repot-repot”. Namun mereka tidak bisa membiarkannya begitu saja.

Pada akhirnya status Ain sebagai Putera Mahkota akan terus melekat kapan pun dan di manapun dia berada. Dan kejadian hari ini mengajarkan hal itu padanya. Seharusnya begitu.

***

Bersama dengan dua sahabatnya, Ain melangkah menuju rumah Keluarga Force. Cuaca hari ini cukup baik dan tidak terlalu panas. Warren memberitahu bahwa meskipun hari ini Dill tidak ikut mengawal, namun tetap ada beberapa agen yang mengawasi dari kejauhan.

“Bats… Itu daging apaan?”

“Ini White Bison yang ditangkap ayahku…”

“Ah itu ya… Enak tuh sapi…”

Bats membawa daging sebagai oleh-oleh seperti apa yang telah ia deklarasikan sebelumnya. Sedangkan Loran membawa peralatan sihir yang telah diperbaiki.

…Kemudian Ain, sang pelaku utama mengeluarkan suvenir yang ia bawa dari balik pakaiannya.

“Aku bawa ini…. Saat aku bingung memikirkan suvenir apa yang cocok, ada yang menawarkanku untuk memberikan ini…”

“Ini suvenir?? Ini kan cuma amplop…”

“Ain-sama. Apa isinya?? Kelihatannya itu seperti amplop biasa…”

Ngomong-ngomong yang memberikan saran adalah Warren. Ia mengatakan bahwa tidak ada hadiah yang lebih membahagiakan bagi Albert selain benda itu.

“Katanya ini berisi catatan kejahatan yang dilakukan oleh seorang bangsawan yang sedang diselidiki oleh Duke Albert… Katanya Warren memberikan perlakuan khusus ini untuk kali ini saja…”

“Benda mengerikan begitu jangan dijadiin suvenir napa!”

“Aku tidak terlalu paham tapi sepertinya skalanya terlalu berbeda ya…”

Entah sejak kapan Warren menyelidiki hal ini. Ain merasa Warren adalah sosok yang paling tidak boleh dibuat marah di negeri ini.

“Sebenarnya aku merasa agak aneh membawa ini sebagai suvenir… tapi aku mengira tidak jadi masalah jika tuan rumah jadi senang kan?”

Pada kenyataannya catatan itu bukanlah hasil penyelidikan selama beberapa hari saja. Catatan itu hanya kebetulan saja ditemukan dari tumpukan hasil penyelidikan Warren. Dan dirasa cocok untuk dijadikan suvenir kali ini.

“Yah, terserahlah… Sudah mulai terlihat tuh… itu rumahnya Leonard…”

Sekitar sepuluh menit telah berlalu sejak mereka berkumpul di White Rose, dan kemudian berjalan kaki. Mereka pun akhirnya dapat melihat rumah Duke Force.

Penampilan luarnya terbuat dari batu kokoh dengan warna dasar krem. Dengan desain yang simetris dari arah mana pun dilihat tanpa ada penyimpangan. Hal ini mencerminkan rumah Kepala Biro Hukum.

Tentu saja karena rumah tersebut adalah rumah seorang Duke, tanahnya terbilang cukup luas bahkan dari sudut pandang ibukota sekalipun. Meskipun terlihat kaku, rumah itu masih memancarkan aura seni. Meskipun mereka masih cukup jauh dari gerbang utama, mereka dapat merasakan kebaikan dari sang pemilik rumah.

“Benar kan? Rumahnya itu luar biasa… Makanya aku bilang seharusnya dia tidak perlu khawatir bahkan jika Ain datang sekalipun…”

“Ba, Bats… Mungkin maksud Leonard itu secara kedudukan…. Sepertinya memang cukup berat mengundang Keluarga kerajaan selain bangsawan setara Grand Duke yang biasanya terbentuk dari keluarga keluarga kerajaan juga…”

Grand Duke merupakan bangsawan yang terbentuk dari misalnya ada perempuan dari keluarga kerajaan, atau bahkan lelaki yang menikah dengan bangsawan lain. Bangsawan seperti itulah yang dianggap layak mengundang keluarga kerajaan.

“Sudah jangan bicarakan hal yang ribet-ribet… Masuk yuk…”

Ain ingin segera masuk ke dalam.

“Hal ribet… Kau ini… Ain.. Kaulah yang jadi biang masalahnya tahu!”

“Bukan baru-baru ini saja kok dia begitu… Haah, kita masuk yuk…”

Mereka berdua pun mengikuti Ain untuk masuk ke kedalam gerbang utama rumah Keluarga Force.

…. Di dalam gerbang sudah ada Leonard yang menunggu dengan wajah lelah. Serta terlihat sosok wanita yang terlihat seperti ibunya berada di sebelahnya, serta beberapa pelayan.

***

“Sebenarnya tidak perlu semeriah itu loh…”

Ia mengerti bahwa sambutan ini dilakukan untuk dirinya. Namun ketika melihat tatapan mata di sekelilingnya, ia merasa bahwa tidak perlu berlebihan seperti ini.

“Yang Mulia…. Tentu saja kami tidak bisa tidak memberikan sambutan untuk Anda…”

“Padahal tidak masalah kalau cuma Leonard saja,,,”

“Tidak bisa begitu…”

Leonard pun menghela nafas panjang, sedangkan Bats dan Loran hanya bisa tersenyum pahit,

“Leonard. Tidak ada gunanya menjelaskan itu kepada Ain loh…”

“Benar itu… Sudah nyerah saja…”

“……”

Bats dan Loran mencoba memberikan saran, dan seharusnya Leonard mendengar hal itu. Namun Leonard masih saja terdiam sambil memikirkan cara untuk meyakinkan Ain.

“Tapi, kamarnya bagus juga ya Leonard…”

Ain menatap sekeliling kamar. Sebagian besar interiornya terbuat dari kayu, serta furnitur berwarna coklat. Ada juga karpet yang terbuat dari benang emas dan bergaris merah yang terasa cukup nyaman saat di injak. Singkatnya, kamar itu adalah kamar yang menenangkan.

Ketika mendengar hal itu, Leonard pun akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap Ain.

“Syukurlah Yang Mulia…. Saya sedikit khawatir soal itu…”

Kemarin, ia merapikan kamarnya sejak pagi hari hingga malam. Ia membersihkan setiap sudut ruangan sampai-sampai mustahil untuk menemukan sampah dimanapun. Meskipun pada awalnya kamar itu sudah rapi, namun hari ini kamar itu jauh lebih indah lagi.

“Ngomong-ngomong… Maaf nih tiba-tiba ganti topik… tapi kurasa Ibu Leonard tadi itu hebat ya…”

“Hmm? Loran, bagaimana maksudmu?”

Loran yang sedang duduk di sofa dan bersantai, tiba-tiba mengutarakan tentang kesannya terhadap sambutan yang dibuat oleh keluarga Force barusan. Leonard pun sedikit penasaran karena tiba-tiba ibunya menjadi bahan pembicaraan.

“Bagaimana ya…. Seperti pantas menjadi istri Duke gitu….. Padahal Leonard kelihatan panik begitu, tapi ibumu malah terlihat sangat tenang…”

“Pa-panik??…. Oh begitu ya… aku panik ya..”

Mungkin karena kekhawatiran dan rasa gugup menumpuk di dalam hatinya, sehingga pada saat penyambutan, gerak-gerik Leonard terlihat tidak biasa dan terkesan tidak tenang. Sedangkan Maar, Istri Duke Foce yang merupakan ibunya, yang berada di sampingnya dengan wajah tenang dan elegan mengatakan “Selamat Datang Yang Mulia Putera Mahkota”.

“Oh, oh. Benar juga…. Keliatan gemeteran banget lu…”

“Berisik!! Wajar kan! Itu cuma hari ini doang kok!”

Ain pun tersenyum ketika melihat Leonard akhirnya bisa kembali bersikap seperti biasa. Ia sadar bahwa telah berlebihan dalam mempermainkan temannya itu, namun ia juga tak dapat menyangkal bahwa dirinya menikmati ini.

(Hmm… Di Istalica banyak wanita hebat ya…)

Ain mulai membayangkan sosok wanita yang ia temui di Istalica termasuk keluarganya sendiri. Baik Lalarua maupun Olivia, keduanya sangat cerdas, dan cukup tangkas dalam mengambil keputusan serta tegas. Disisi lain, Chris akan menjadi yang terkuat jika diberikan pedang. Ya meskipun agak aneh, Catima juga termasuk dalam kategori hebat. Catima adalah wanita yang jenius dan pekerja keras. Walaupun sepertinya ada beberapa sekrup di kepalanya yang hilang.

Karena Claune merupakan kelahiran Heim, ia dikecualikan.

“Yang Mulia, setelah tehnya siap, nanti kita akan melakukan fashion show kecil-kecilan ya…”

“Fashion Show??”

Seolah teringat akan sesuatu, Leonard pun membuka mulutnya. Fashion Show macam apa yang akan mereka lakukan di tempat seperti ini?? Pertanyaan semacam itu pun timbul di benak mereka.

“Ya.. Kita akan buat acara dengan Loran sebagai modelnya…”

“Tunggu dulu, Leonard!? Kenapa aku!?? Kenapa tiba-tiba begini??”

“Anggap saja itu sebagai bayaran karena telah meminjamkanmu pakaian… Loran! Coba rasakan sedikit penderitaanku! Berani-beraninya kau meledekku…”

Tak perlu dijelaskan lagi perkataan mana yang menjadi pemicu hal ini. Sepertinya Leonard mulai memanfaatkan Loran sebagai usaha untuk menikmati kemalangan ini.

Singkat kata, ini adalah pelampiasan.

“Loran…”

“A-Ain-sama? Anda juga tidak mau melihatnya kan??”

Loran segera meminta bantuan dari Ain. Namun hasilnya sungguh kejam.

“Boleh juga…”

“Yosh!! Loran semangat ya!!! Aku dan Ain akan jadi bintang tamu disini…”

Kalau dilihat lagi, mereka berempat seperti sekelompok siswa yang saling berbagi nasib buruk mereka. Hanya beberapa orang saja yang bisa sedekat ini dengan seorang Putera Mahkota.

Jika saja Loran tidak mengutarakan bahwa Leonard tadi terlihat panik, mungkin saja acara hari ini murni sekedar meminjam pakaian. Dan keributan ini memulai agenda kunjungan ke rumah Leonard.

***

“Claune-done… Ini rincian dari Study Tour Ain-sama bulan depan….”

“Terima kasih. Warren-sama…”

Claune sedang berada di ruang kerja pribadinya yang disediakan oleh Istana. Meskipun sedikit tidak biasa untuk gadis seusianya memiliki ruang kerja pribadi, namun dengan mempertimbangkan jabatannya sebagai Asisten seorang Putera Mahkota, maka semua menjadi wajar.

Disaat Ain sedang bersenang-senang, gadis itu sedang bekerja dalam keheningan di istana. Claune sedang melakukan pertemuan kecil dengan Warren dan beberapa bawahannya.

“…Jadi mereka semua akan mengunjungi semua fasilitas yang ada di luar pintu istana termasuk tempat latihan ya…”

“Benar…. Ngomong-ngomong meskipun taman ada di luar, mohon untuk dikecualikan…”

“Dimengerti”

Jika berbicara tentang kewenangan, mungkin semua urusan bisa selesai hanya dengan sebuah tanda tangan dari Warren. Namun untuk mengurangi adanya kesalahan dalam pembuatan kebijakan, perlu adanya persetujuan dari petinggi lain, seperti Claune. Oleh karena itu, untuk setiap proyek-proyek penting akan selalu memerlukan persetujuan dari beberapa orang.

“Ini mungkin agak sedikit merepotkan, tapi pada hari H, Yang Mulia Putera Mahkota akan pergi ke sekolah terlebih dahulu kan?”

“Benar… Karena aturannya begitu… Jadi mau tidak mau…”

“Agak aneh juga kalau kita harus memberikan perlakuan khusus lagi untuk hal sesederhana ini… Lalu, setelah tur selesai, apa langsung bubar?”

Claune mengajukan beberapa pertanyaan konfirmasi sambil membaca dokumen yang baru saja diserahkan.

Setelah konfirmasi selesai, barulah Claune membubuhkan tanda tangan miliknya.

“Rencananya mereka akan bubar di sore hari, karena Ain-sama juga punya jadwal lain setelah itu…”

“…Saya belum dengar apa-apa soal itu? Jadwal untuk apa?”

“Hal ini baru saja ditetapkan barusan… Katanya Majolica-dono akan berkunjung ke Istana dan ingin membicarakan beberapa hal terkait Magic Stone kemarin…”

Meskipun telah dilakukan penyegelan sederhana, namun karena objeknya istimewa, mereka memutuskan untuk memberikan segel yang lebih tangguh. Dan rencananya Ain akan dihadirkan di sana. Sepertinya hal ini benar-benar baru diputuskan dan Claune sama sekali tidak mengetahuinya.

“Bagaimana dengan tingkat bahayanya? Saya masih belum mengerti alasan mengapa Yang Mulia perlu hadir disana?”

“Bahayanya hampir tidak ada sama sekali… Buktinya adalah beliau sendiri yang membawa Magic Stone itu bersama dengan Chris-dono dari kota Ist… Dan terkait alasan kehadiran Yang Mulia adalah agar beliau dapat menyaksikan ini sebagai sebuah pengalaman…”

“Kalau begitu beliau tidak perlu hadir ya… Kita bisa memberikan beliau pengalaman dengan Magic Stone lain… tidak perlu repot-repot membuat beliau melakukan kontak dengan ‘benda itu’…Terlebih jika masih menyisakan sedikit saja potensi bahaya…”

Sosok Claune yang dapat memberikan argumen jelas meskipun tengah berhadapan dengan Warren sungguh membuat para bawahan Warren takjub. Gadis itu terang-terangan membeberkan poin buruk meskipun lawan bicaranya adalah atasannya sendiri. Meskipun sejak awal mereka telah menilai Claune luar biasa, namun setelah menyaksikan sendiri, mereka menjadi jauh lebih kagum lagi.

“…Fufu… Anda benar, Claune-dono…”

“Ya ampun, Jangan Begitu Warren-dono… Anda tidak perlu memberikan ujian seperti ini tahu..”

“Hal seperti ini cukup menghibur untuk orang setua ini… Maafkan saya..”

Meskipun gurunya ini sangat berbakat, Claune tidak bisa lengah karena sesekali orang itu memberikan ujian semacam ini. Seperti itulah sosok bernama Warren.

“Jadi bagaimana rencana sebenarnya??”

“Saya akan jelaskan… Jadi kalian keluar dulu…”

Setelah mendengar pertanyaan itu, Warren pun mengusir anak buahnya. Claune pun mempersiapkan mentalnya.

“Ada beberapa hal yang telah diputuskan, jadi saya minta waktu beliau untuk membicarakan hal ini dan terkait dengan penyelidikan ke kota Balt…”

“…Dimengerti…. Kalau begitu saya akan memasukkan jadwalnya….”

“Maaf ya merepotkan…”

Karena masih disebutkan ‘beberapa’ maka kemungkinan masih belum menjadi keputusan final. Namun Claune mengerti. Gadis itu merupakan Asisten Ain dan akan selalu berada di sampingnya, sehingga dirinya mengerti seberapa berat masalah Ain. Terlebih akhir-akhir ini ditambah masalah merepotkan dengan Heim.

“Saya sudah memasukkan hal itu ke dalam jadwal… Jadi apa pertemuan kali ini selesai?”

Claune menyerahkan kembali dokumen yang telah ia tanda tangani kepada Warren. Setelah memeriksanya, Warren pun tersenyum dan menjawab.

“Ya, sudah cukup…. Maaf telah membuang-buang waktu….”

“Tidak masalah… Itu wajar, mengingat ini demi kebaikan Yang Mulia..”

Kemudian Warren membelai janggutnya seolah sedang memikirkan sesuatu.

“Warren-sama?”

“Bagaimana jika beristirahat sebentar? Sebenarnya, ada sedikit hal yang ingin saya bicarakan, Claune-dono…”

Ya ampun. Sepertinya ada permainan lain yang baru dimulai. Begitulah pikir Claune. Ketika Warren berkata seperti itu, kemungkinan ia akan membicarakan hal yang menurutnya menarik atau bahkan masalah yang merepotkan. Mau tidak mau, Claune mempelajari ciri khas ini ketika ia masih belajar di bawah naungan Warren.

“Etto… Ada apa ya??”

“Bagaimana ya…. Sepertinya Ain-sama juga sedang mengalami kesulitan… Apa Anda sudah mendengar kabar tentang Heim?”

“Yah, tentu saja… Saya mendengarnya langsung dari Ain…”

Karena memasuki waktu istirahat, dan ditambah tidak ada bawahan Warren di ruangan itu, Claune mulai menyebut Ain hanya dengan nama.

“Pada waktu itu, ada sedikit kejadian yang cukup menarik loh… Apa Anda tertarik untuk mendengarnya?”

Singkatnya, pembicaraan ini berkaitan dengan Ain. Maka tidak mungkin Claune melewatkan informasi ini.

“Kelihatannya Anda senang sekali… Mohon informasinya, Warren-sama…”

Claune tersenyum menatap Warren.

“Sepertinya Ain-sama juga sudah sampai kepada batasnya… Sampai-sampai beliau menyebutkan ‘Claune milikku’ saat kami membahas Pangeran Tiggle yang bersikeras mengejar Claune-dono…”

Tentunya Claune dapat mendengar dengan seksama kata-kata Warren yang dibuat seperti tak sengaja terlontar dari mulutnya itu. Seketika Warren pun berdeham kemudian memperbaiki posisinya.

“Ups… Maaf saya telah membicarakan hal yang tidak penting… Kalau begitu saya pamit dulu Claune-dono…”

“… Ya. Terima kasih, Warren-sama.”

Claune masih terus memikirkan kata-kata itu sambil melihat sosok Warren yang dengan cepat meninggalkan ruangan itu. Ia juga merupakan seorang wanita, dan mulai membayangkan sedikit delusi. Sambil meregangkan tubuhnya, kemampuan imajinasi gadis itu mulai bekerja.

Dan beberapa menit kemudian, ia pun kembali normal. Dan mulai memikirkan suatu hal. Ia mulai bertanya-tanya bagaimana cara terbaik untuk menggunakan kata “Claune milikku” untuk menggoda Ain. Gadis itu ingin melakukannya untuk bersenang-senang “dengan” Ain bukan bersenang-senang “Menggunakan” Ain. Alasan itulah yang ingin ia tegaskan, entah kepada siapa ia akan mengungkapkannya.

“Mungkin, ‘Iya.. iya…  Claune milikmu datang..” saja ya? Untuk sementara itu dulu deh… Jadi tidak sabar…”

Claune memutuskan untuk menggunakan kalimat tersebut untuk menjawab panggilan Ain. Pastinya tak dapat terbayangkan bagaimana rasanya menjadi target gadis itu. Dan malam ini, ketika kembali ke Istana, Ain akan merasakan hal itu.

“Haahh… Aku harap Ain cepat pulang…”

Dengan desahan yang sedikit seksi, Claune menunggu kepulangan Ain.

… Dimalam itu, terdengar teriakan malu Ain menggema ke seluruh pelosok Istana.

Terima kasih telah berkunjung

Comments

2 tanggapan untuk “Maseki Gurume Volume 6 Chapter 3”

  1. SiOtong berkata:

    Up

  2. Lann berkata:

    Yare yare claune

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *